Hampir tiap daerah di Indonesia memiliki menu yang berbasis lontong dan ketupat. Gado-gado menjadi menu favorit di berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai versi. Di Surabaya kita kenal Lontong Balap, Lontong Kupang, Tahu Tek dan Rujak Cingur. Di Jakarta, Ketupat Sayur dan Ketoprak juga sangat digemari. Di Banjarmasin, soto pun dimakan dengan memakai ketupat. Sate Padang dan Madura juga memakai ketupat dan lontong.
Salah satu menu khas Malang, Jawa Timur yang memakai bahan ketupat adalah Orem-orem. Orem-orem adalah tipikal masakan khas Indonesia untuk menu sarapan. Rasa yang segar dan ringan menjadikan masakan ini sebagai pilihan sarapan bagi masyarakat Malang.
Orem-orem adalah ketupat yang diberi sayur tempe kuning. Warna kuning dan rasanya yang khas menyegarkan didapat dari bumbu kunyit. Meskipun ini adalah sayur tempe, orang Malang biasanya tak sungkan-sungkan untuk menambahkan lauk tempe goreng. Jadi lengkap sekali tema tempenya.
Salah satu warung ketupat orem-orem favorit di Malang adalah warung orem-orem HM Syahri, atau akrab disebut dengan Orem-orem Pertukangan. Dulu jalan tempat warung tersebut berada dinamakan Jalan Pertukangan, tetapi sekarang sudah berubah menjadi Jalan Gatot Subroto.
Jangan bayangkan menemukan sebuah restoran yang mapan ketika mengunjungi warung ini. Lokasinya sempit sekali. Terlalu sempit malah. Warung Orem-orem HM Syahri ini hanya berukuran 2 x 3 meter. 5 orang makan pun tidak akan muat. Bila sudah penuh, terpaksa kita harus makan di luar, di pinggir jalan raya.
Yang khas dari Warung Orem-orem HM Syahri adalah ketupatnya yang dibikin dalam ukuran raksasa. Rasanya segar, sangat pas untuk sarapan. Harganya juga sangat, sangat terjangkau.
Dalam buku Eat, Pray, Love, penulisnya melakukan petualangan makan di Italia, berdoa di India, dan mencintai di Indonesia. Saya pikir dia terbalik-balik. Di Indonesia, makanan sangatlah enak dan khas. Orang Indonesia juga sangat taat berdoa. Saking taatnya sampai kita bersedia saling melukai. Alih-alih, Indonesia adalah negara yang kekurangan cinta. Mari kita menjelajah Indonesia untuk mencari cinta yang tersembunyi di antara peradaban yang tua dan mulai kusam. Sebelumnya, mari kita makan.
Ini adalah jurnal mengenai perjalanan saya ke daerah-daerah di Indonesia. Saya tidak selalu berniat melakukan petualangan karena lebih sering saya melakukan perjalanan karena ditugaskan kantor saya. Dalam perjalanan itu, di waktu luang saya mencoba kekayaan masakan khas daerah tersebut.
Akhirnya, jurnal perjalanan ini menjadi sekedar jurnal icip-icip masakan nusantara. Saya tak begitu pandai menilai enak-atau tidaknya suatu masakan. Saya hanya bisa menggambarkannya saja. Masalah rasa enak atau tidak enak, saya tak berani mendikte lidah Anda. Lidah saya sendiri saja saya tak berani dikte.
Gastronomi adalah sebuah ilmu relasi antara makanan dan budaya. Bukan penilaian enak atau tidaknya. Saya makan bukan karena lezat (kalau begini biasanya saya menjadi gemuk dan tidak sehat). Bukan juga karena gaya hidup (yang membuat saya konsumtif hanya untuk makan apa yang orang lain makan).
Saya mencoba makanan khas daerah karena menikmati budaya. Makan adalah pengalaman. Not just eat it, experience it! Selamat makan!