Ini adalah jurnal mengenai perjalanan saya ke daerah-daerah di Indonesia. Saya tidak selalu berniat melakukan petualangan karena lebih sering saya melakukan perjalanan karena ditugaskan kantor saya. Dalam perjalanan itu, di waktu luang saya mencoba kekayaan masakan khas daerah tersebut.

Akhirnya, jurnal perjalanan ini menjadi sekedar jurnal icip-icip masakan nusantara. Saya tak begitu pandai menilai enak-atau tidaknya suatu masakan. Saya hanya bisa menggambarkannya saja. Masalah rasa enak atau tidak enak, saya tak berani mendikte lidah Anda. Lidah saya sendiri saja saya tak berani dikte.

Gastronomi adalah sebuah ilmu relasi antara makanan dan budaya. Bukan penilaian enak atau tidaknya. Saya makan bukan karena lezat (kalau begini biasanya saya menjadi gemuk dan tidak sehat). Bukan juga karena gaya hidup (yang membuat saya konsumtif hanya untuk makan apa yang orang lain makan).

Saya mencoba makanan khas daerah karena menikmati budaya. Makan adalah pengalaman. Not just eat it, experience it! Selamat makan!

Jumat, 25 Juli 2014

Nasi Ulam Garuda

Setiap daerah biasanya mempunyai tradisi sarapan pagi masing-masing. Ada beberapa daerah yang mempunyai tradisi sarapan bubur. Ada juga daerah yang mempunyai tradisi sarapan ketupat atau lontong. Ada juga yang cukup dengan gorengan atau roti bakar. Di Jawa Timur bahkan, tradisi sarapan sangat kuat sampai mereka makan berat, seberat makan siang, untuk sarapan pagi.

Jakarta adalah kota metropolitan yang dipenuhi pekerja dari berbagai daerah dan suku di nusantara. Kemacetan yang akut membuat penduduknya sebagian besar tidak mempunyai waktu sarapan di rumah. Itu sebabnya mereka terbiasa sarapan di jalan, dengan membeli makanan beraneka ragam yang dijajakan. Makanan terpopuler untuk sarapan di Jakarta antara lain adalah ketoprak, bubur ayam, mie ayam, dan lain-lain. Yang khas dari kebudayaan Betawi dan juga sangat populer adalah nasi uduk. Penjual nasi uduk dapat ditemui dari sudut-sudut gang kecil sampai restoran besar. Penjual nasi uduk pun sekarang bervariasi, dari ibu rumah tangga yang mencari penghasilan sampingan, sampai pengusaha restoran. Etnisnya pun sudah mulai beragam, tidak melulu orang Betawi, ada juga penjual nasi uduk dari etnis Jawa dan Cina. Semua membawa pengaruh budaya masing-masing ke dalam cita rasa nasi uduk.

Saking populernya nasi uduk, ada menu dalam budaya sarapan betawi yang kian tersisih, bahkan semakin langka, yaitu Nasi Ulam. Sangat sulit menemui pedagang Nasi Ulam sekarang, kebanyakan tersembunyi di kampung-kampung padat penduduk yang penuh oleh etnis Betawi. Padahal dalam sejarah, menu nasi ulam pernah menjadi menu favorit dan tercatat di beberapa literatur. Pada masa sekarang, pedagang nasi ulam yang tersisa masih dapat kita temui di kampung-kampung Jakarta Barat.

Nasi ulam sebenarnya bukan masakan yang khas. Dia lebih merupakan menu racikan, seperti nasi rames atau nasi campur. Nasi ulam adalah nasi putih yang disajikan dengan emping, potongan mentimun segar, dan dendeng sapi dan lauk lainnya, ditaburi dengan bubuk kacang dan cacahan teri nasi, kemudian disiram dengan kuah semur encer, dilengkapi dengan daun kemangi. Daun kemangi adalah kekhasan dari menu ini, meskipun pada awalnya yang dipakai adalah daun pegagan. Mengingat daun pegagan sudah mulai langka di Jakarta, daun kemangi yang juga mempunyai aroma yang kuat menjadi penggantinya.

Sebenarnya ada 2 jenis nasi ulam Betawi, nasi ulam berkuah dan nasi ulam kering. Seperti saya jelaskan tadi, nasi ulam berkuah disiram kuah semur yang light, sementara nasi ulam kering tidak memakai kuah. Nasi ulam berkuah lebih sering kita temui di Jakarta Barat, sedangkan nasi ulam kering kesukaan penduduk Jakarta Selatan. Saya tidak terlalu terpesona dengan nasi ulam kering karena tanpa kuah semur yang dicampur dengan bubuk kacang itu, nasi ulam kehilangan orisinalitasnya.

Ada resto besar, yang mempunyai jaringan di mall-mall, yang menjual menu nasi ulam kering (yang menurut saya tidak terlalu istimewa). Tapi apabila Anda ingin mencoba nasi ulam yang berkuah seperti yang saya bahas, cobalah pergi ke daerah Kota Tua, atau ke daerah Angke. Pagi hari di sekitar museum Bank Mandiri, ada penjual yang setia menjajakan nasi ulam dengan gerobak kecilnya tiap pagi. Di daerah Angke ada beberapa yang pernah saya coba, yaitu di daerah Pasar Kampung Bebek, juga ada gerobak kecil yang buka malam hari di dekat Kantor Kelurahan Pekojan. Semuanya dijual dengan harga yang amat sangat terjangkau, karena menu ini adalah menu rakyat kecil dengan daya beli yang marjinal. Ada pula rumah makan di sebuah ruko yang memiliki menu nasi ulam dengan pilihan lauk lebih banyak, yaitu Nasi Ulam Garuda di daerah Jembatan Dua, Latumenten, Jakarta Barat. Di Nasi Ulam Garuda, tempat makannya juga lebih representatif, lebih luas dengan meja yang cukup banyak.

Kamis, 24 Juli 2014

Nasi Bhuk Khas Madura Jalan Kawi

Sejak dulu, saya selalu terpesona dengan kekayaan tradisi masak-memasak orang Madura. Saya menyukai dan mengagumi hampir semua masakannya, dari sate ayam, soto daging, bebek goreng, bubur madura, dan lain-lain. Kekayaan budaya masak-memasak Madura tak pernah habis untuk di-explore, dan menyebar sampai ke seluruh pelosok Indonesia. Menurut saya, etnis Madura adalah etnis yang genius dalam budaya kuliner.

Masyarakat Indonesia juga mayoritas sudah akrab dengan masakan Madura. Ini dikarenakan orang etnis Madura memang menyebar di seluruh Indonesia. Saya bisa menemukan pedagang makanan Madura di Jakarta, Pekanbaru, sampai Manado Tidak terkecuali di Malang. Malang adalah kota besar di Jawa Timur yang tidak terlalu jauh dengan Pulau Madura. Etnis Madura di Malang adalah etnis terbesar kedua setelah etnis Jawa. Di beberapa kampung di Kabupaten Malang bahkan memakai bahasa Madura sebagai sarana komunikasi sehari-hari.

Salah satu masakan khas etnis Madura di Malang adalah Nasi Bhuk. Nasi Bhuk ini makanan orang Madura yang justru menjadi ikon gastronomi Malang. Awal kata Nasi Bhuk sebenarnya dari kata Nasi "Ibu" dalam dialek Madura yang menjadi "Bhuk". Maksudnya, yang menjual menu ini di warung adalah ibu-ibu Madura. Warung Nasi Bhuk di Malang tersebar di banyak tempat, tidak susah untuk menjumpainya.

Saya sempat mengunjungi Depot Nasi Bhuk Khas Madura di Jalan Kawi, Malang. Ternyata cukup ramai dengan aroma yang menggoda. Setelah mencoba Nasi Bhuk pesanan saya, ternyata sangat sesuai dengan selera saya.

Nasi Bhuk adalah hidangan racikan, merupakan sejenis nasi rames atau nasi ulam di Jakarta. Pada dasarnya, Nasi Bhuk adalah nasi dengan lauk-pauk, disiram dengan sayur lodeh yang light, dilengkapi sambal dan kecambah, ditaburi srundeng, dan dimakan dengan rempeyek yang terbuat dari kelapa parut. Untuk lauknya bisa macam-macam, antara lain daging empal, jerohan, atau ayam. Saya memesan Nasi Bhuk dengan potongan paru sapi dan tempe goreng. Mmmm... rasa jeroannya yang empuk, kuah lodehnya yang segar, dan srundengnya yang gurih masih terasa di lidah sampai sekarang. Satu lagi persembahan Madura yang kaya untuk Indonesia.

Minggu, 04 Desember 2011

Pacri Nanas Warung Dangau

Masakan Melayu terkenal dengan kepedasan dan pemakaian santannya. Umumnya masakan Melayu terkenal dengan pengaruh India, dengan modifikasi rempah-rempah lokal. Tak heran di setiap rumah makan Melayu atau Minang, selalu kita temukan gulai.

Hal ini tak berbeda dengan budaya gastronomi Melayu Sambas. Di Sambas, Kalimantan, memiliki populasi orang Melayu yang sama besarnya dengan kota-kota di Sumatera. Sama juga kasusnya dengan kota-kota lain di Kalimantan seperti Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan lain-lain.

Untuk itu tak salah apabila kita mengharapkan menemui hidangan gulai sebagai hidangan khas di Pontianak. Mayoritas penduduk Pontianak adalah Melayu, ditemani oleh etnis-etnis lain seperti Cina, Dayak, dan lain-lain. Hidangan gulai yang cukup digemari di daerah Pontianak, Singkawang, Sambas dan sekitarnya adalah pacri nanas.

Mungkin Anda merasa salah baca karena aneh bahwa buah nanas dijadikan gulai? Anda tidak salah, memang Pacri Nanas adalah sejenis gulai dari nanas, bukan daging atau ikan seperti layaknya kita menjumpai gulai. Pacri nanas adalah tipikal masakan vegetarian asli Melayu. Karena asli Melayu, meskipun vegetarian, mereka tidak meninggalkan santan yang berminyak dalam masakan ini.

Banyak orang yang merasa tidak biasa makan nasi bersama buah. Ini adalah hal menarik yang harus dicoba. Sebenarnya beberapa budaya lain di Indonesia sudah terbiasa makan durian dengan nasi, atau buah lainnya. Sambal mangga adalah sambal favorit istri saya. Ayah saya juga dulu terbiasa makan semangka dengan nasi, yang akhirnya saya tiru. Sensasinya justu mengasyikkan, sangat menyegarkan. Di saat bumi Indonesia kaya akan buah, kita masih belum cukup banyak mengonsumsinya.

Warung dangau di Pontianak terletak di lokasi yang asri, yang membuat kita lebih betah berlama-lama mencoba menu yang lain. Jangan dibayangkan sebuah warung kecil, karena sebenarnya Warung Dangau adalah sebuah restoran besar yang sudah maju, lengkap dengan taman bermain anak-anak. Di sebelahnya juga telah berdiri Hotel Dangau, spin-off bisnis dari restoran tersebut.

Konon pemiliknya dulu hanya berjualan nasi goreng pinggir jalan. Setelah semakin ramai, dia mulai berjualan masakan asli daerahnya ini. Saat ini bisnis restorannya semakin ramai, dengan dibukanya hotel dan cabang restoran di Singkawang. Kalau Anda berkendara dari Bandar Udara Supadio, sebelum memasuki kota Pontianak, Hotel dan Warung Dangau ada di sebelah kanan jalan.

Kelebihan dari Warung Dangau adalah masakan yang khas. Dia tidak berusaha untuk menjadi orang lain. Setlist menunya sangat menggoda, membuat saya ingin mencoba banyak sekali. Pada kesempatan ini, selain pacri nanas, saya juga mencoba kari kepiting dan tumis pakis. Keduanya sangat memuaskan. Kari kepitingnya menurut saya salah satu yang terlezat yang pernah saya makan. Tumis pakisnya juga menggoda selera, sangat harum. Ketika makan di Warung Dangau, saya jadi merasa seperti orang Melayu asli. Saya pasti ingin berkunjung kembali suatu saat.

Rabu, 23 November 2011

Orem-Orem Pertukangan H.M. Syahri

Hampir tiap daerah di Indonesia memiliki menu yang berbasis lontong dan ketupat. Gado-gado menjadi menu favorit di berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai versi. Di Surabaya kita kenal Lontong Balap, Lontong Kupang, Tahu Tek dan Rujak Cingur. Di Jakarta, Ketupat Sayur dan Ketoprak juga sangat digemari. Di Banjarmasin, soto pun dimakan dengan memakai ketupat. Sate Padang dan Madura juga memakai ketupat dan lontong.

Salah satu menu khas Malang, Jawa Timur yang memakai bahan ketupat adalah Orem-orem. Orem-orem adalah tipikal masakan khas Indonesia untuk menu sarapan. Rasa yang segar dan ringan menjadikan masakan ini sebagai pilihan sarapan bagi masyarakat Malang.

Orem-orem adalah ketupat yang diberi sayur tempe kuning. Warna kuning dan rasanya yang khas menyegarkan didapat dari bumbu kunyit. Meskipun ini adalah sayur tempe, orang Malang biasanya tak sungkan-sungkan untuk menambahkan lauk tempe goreng. Jadi lengkap sekali tema tempenya.

Salah satu warung ketupat orem-orem favorit di Malang adalah warung orem-orem HM Syahri, atau akrab disebut dengan Orem-orem Pertukangan. Dulu jalan tempat warung tersebut berada dinamakan Jalan Pertukangan, tetapi sekarang sudah berubah menjadi Jalan Gatot Subroto.

Jangan bayangkan menemukan sebuah restoran yang mapan ketika mengunjungi warung ini. Lokasinya sempit sekali. Terlalu sempit malah. Warung Orem-orem HM Syahri ini hanya berukuran 2 x 3 meter. 5 orang makan pun tidak akan muat. Bila sudah penuh, terpaksa kita harus makan di luar, di pinggir jalan raya.

Yang khas dari Warung Orem-orem HM Syahri adalah ketupatnya yang dibikin dalam ukuran raksasa. Rasanya segar, sangat pas untuk sarapan. Harganya juga sangat, sangat terjangkau.

Minggu, 14 Agustus 2011

Bubur Pedas Jalan Merdeka

Saya sangat menikmati kunjungan ke Pontianak. Penduduk Pontianak sangat ramah, dan kotanya juga teduh. Pontianak dihuni oleh masyarakat dari beragam suku, membuat keragaman makanan daerahnya sangat kaya. Di Pontianak, banyak kita temui orang Cina, Dayak, Melayu, Bugis, dan lain-lain. Kota yang dibelah oleh sungai Kapuas ini menjadi tumpuan hidup berbagai macam penduduk dari berbagai latar belakang suku dan agama.

Sebagai ibukota Kalimantan Barat, di kota Khatulistiwa ini juga banyak berdiam orang Sambas. Kabupaten Sambas terletak di ujung utara Kalimantan Barat. Makanan yang cukup terkenal dari daerah Sambah adalah Bubur Pedas. Pada kunjungan saya ke Pontianak, saya sempatkan untuk mencoba Bubur Pedas yang ada di Jalan Merdeka, Pontianak.

Bubur Pedas Jalan Merdeka ternyata cukup terkenal, karena cukup ramai waktu makan siang. Sebelumnya saya hanya mendengar cerita mengenai bubur pedas Sambas dari teman saya di Jakarta yang asli Singkawang, tetapi saya belum punya bayangan tentang apa yang saya harapkan. Ketika pesanan bubur pedas saya tiba di meja, saya awalnya merasa tidak antusias.

Mengapa namanya bubur pedas? Saya tidak tahu, karena bubur ini sama sekali tidak pedas, kecuali bila kita menambahkan sambal. Bubur ini adalah bubur sayuran. Berbagai macam sayuran masuk ke dalam bubur ini, antara lain daun pakis, tauge, jagung, kangkung, dan lain-lain. Juga begitu banyak rempah yang dimasukkan sebagai bumbunya. Tidak ada daging sapi atau ayam dalam bubur ini, melainkan hanya dengan kacang tanah goreng dan teri goreng. Begitu sederhana, tapi begitu kaya bumbu.

Akan tetapi ketika saya mulai mencobanya, saya langsung sumringah. Rasanya khas dan segar. Saya sangat suka citarasa bubur pedas ini. Lebih bercitarasa dibandingkan bubur ayam yang biasa ditemui di Jakarta atau Bandung, menurut saya. Sayuran daun pakisnya memberi tambahan aroma yang sangat khas. Selera makan saya langsung meningkat begitu suapan pertama bubur berisi sayuran ini. Aromanya sangat harum dan rasanya yang gurih menggugah selera.

Sambas adalah kabupaten yang berbatasan dengan Malaysia, jadi bisa dimaklumi apabila pengaruh budayanya sampai ke negeri seberang. Di Malaysia juga ada bubur pedas, akan tetapi ada beberapa perbedaan antara bubur pedas Malaysia dan bubur pedas Sambas.

Minggu, 27 Maret 2011

Bakso Bakar Pak Man

Orang Malang memang terkenal sebagai penggemar bakso. Bakso Malang sangat termashyur di se-antero Indonesia. Mereka juga terkenal sebagai inovator bakso. Mereka tiap hari makan bakso, tidak pernah bosan-bosan. Bakso menjadi menu sarapan, makan siang, maupun makan malam. Bakso sudah menjadi napas budaya gastronomi orang Malang.

Banyak kreasi baru dari bakso yang disukai berbagai kalangan. Ada yang sempat terkenal salah satunya adalah bakso isi keju. Ada juga bakso granat, yang konon baksonya bisa meledak di mulut karena berisi cabe rawit. Yang juga cukup terkenal dan memiliki banyak penggemar adalah bakso bakar.

Bakso bakar adalah penyajian bakso yang cukup unik. Bakso bulat-bulat dibumbui dengan kecap dan beberapa rempah dan cabe, kemudian dibakar di atas arang. Ternyata sensasinya luar biasa. Bakso menjadi gurih, dengan rasa pedas manis, dan aroma panggangan menambah sedapnya aroma.

Kedai bakso bakar di Malang ada beberapa, tapi yang terkenal sejak tahun 1997 adalah Bakso Bakar Pak Man, di Jalan Diponegoro, Malang. Kedai bakso bakar ini tidak terlalu besar, kadang saking ramainya pengunjung, Anda harus antri beberapa saat untuk mendapatkan tempat duduk.

Meskipun kedainya tidak terlalu bagus dan lebih mirip warung, penikmat bakso bakar tetap setia mengunjungi Bakso Bakar Pak Man. Tak sedikit kalangan selebriti yang datang mengunjungi Bakso Bakar Pak Man, ini kesan yang saya dapat dari foto-foto selebriti yang ditempel di tembok dan gerobaknya. Salah satu tempelan di tembok yang saya baca adalah kliping berita "Nurul Arifin Ketagihan Bakso Bakar" setelah makan di Bakso Bakar Pak Man, ha ha ha... Tapi jangan salah, Bakso Bakar Pak Man berbeda dengan bakso Malang yang terkenal dengan nama Bakso Kota Cak Man. Namanya memang sama-sama Man.

Pak Man juga menyediakan kuah dan aksesoris bakso Malang lain seperti siomay goreng, tahu, dan soun. Orang Malang menyukai makan bakso bakar dengan kuah yang dipisah di sampingnya. Bahasa Malang cukup aneh, untuk kuah yang dipisah, mereka bilang kuahnya disendirikan, ha ha ha... Aneh juga cara ngomongnya. Tapi tidak terlalu penting. Yang penting bakso bakar ini perlu dicoba. Aromanya lezat sekali. Saya makan tidak memakai kuah, hanya bakso bakarnya, supaya saya mendapatkan sensasi 'roast'-nya secara maksimal. Harganya juga tidak terlalu mahal, hanya Rp 1.500 per biji bakso bakar.

Senin, 21 Maret 2011

Bakso Malang President

Ketika Anda berkunjung ke Malang, tak pelak, bila mencari makanan khas, selalu bakso Malang yang muncul dalam benak. Malang memang sangat terkenal dengan baksonya. Ada ribuan penjual bakso di Malang. Belum lagi orang Malang yang merantau ke berbagai daerah di Indonesia dan berjualan bakso Malang. Di RT saya di Depok saja, lebih kurang ada dua pedagang bakso Malang berdagang dengan gerobak dorong.

Bakso Malang sangat khas, berbeda dengan 'mazhab' bakso lain, katakanlah bakso Solo atau mie bakso (biasanya kita jumpai di Jakarta atau Jawa Barat, meskipun pedagangnya kebanyakan orang Jawa juga). Bakso Malang mempunyai ciri khas yaitu variasinya yang beraneka ragam, bukan sekadar bakso daging bulat yang direbus. Dalam bakso malang biasanya terdiri dari bakso daging rebus, pangsit goreng, bakso goreng, siomay daging goreng (orang Malang menyebutnya dengan kata 'goreng' saja), siomay daging rebus, tahu rebus atau goreng, dan mie kuning atau soun.

Pedagang bakso Malang tersebar dimana-mana di seluruh Indonesia. Yang terkenal adalah franchise Bakso Kota Cak Man, yang sebenarnya asli Malang, hanya saja ada penyesuaian rasa di setiap cabangnya. Ada pula Bakso Malang Karapitan (BMK) yang asli Bandung. Aneh ya, bakso Malang asli Bandung? Tapi rasa BMK juga cukup berkualitas, menurut saya lebih enak daripada bakso Malang yang suka berseliweran di kompleks rumah saya.

Ketika saya mengunjungi Malang beberapa saat yang lalu, saya berkesempatan untuk makan bakso Malang yang sangat terkenal di Malang, yaitu Bakso Malang President. Bakso Malang President tidak membuka cabang selain di Malang sendiri. Bakso Malang President sudah terkenal sejak akhir 1970-an. Warung bakso sederhana ini belakangan dinamakan Bakso Malang President awal tahun 1980-an karena berjualan di belakang Bioskop President (yang kemudian tutup digantikan pertokoan Mitra 2). Saya teringat dulu dalam perjalanan sempat melihat gerai pertama Bakso Malang President yang berupa emperan di belakang pertokoan Mitra 2 (yang belakangan ikut bankrut), di sebelah rel kereta. Apabila kereta jurusan Malang-Surabaya lewat, debu-debu beterbangan kemana-mana, tapi tetap tidak menyurutkan semangat pembelinya yang rela mengantri. Saat ini Bakso Malang President memiliki cabang-cabang di seantero Malang yang lebih representatif. Bahkan presiden SBY juga makan Bakso Malang President. Entah karena memang gemar, atau numpang tenar. Siapa numpang tenar siapa, yang jelas, Bakso Malang President sudah menjadi President sejak tahun 1980-an, ha ha ha... Saya mencoba Bakso Malang President di salah satu gerainya yang asri, yaitu di kawasan Pulosari, Malang.

Rasanya memang menggugah selera, menurut saya setingkat di atas franchise bakso Malang yang saya temui di Depok, Jawa Barat. Variasi baksonya lengkap, khas bakso Malang. Pangsit dan siomay gorengnya well-done, bila tidak ahli, kebanyakan juru masak mengubahnya menjadi liat dan berasa 'tepung'. Yang istimewa dari Bakso Malang President adalah kita bisa meminta tambahan jerohan di dalam baksonya (hati ayam, ampela, maupun usus goreng).

Jangan lupa mencoba menikmati bakso Malang dengan cara khas orang Malang, yaitu memakai saus merah. Saus tomat merah semerah darah ini hanya ada di Jawa Timur. Tanpa ini, bakso khas Malang belum terasa lengkap. Saus merah ini biasanya dicampur ke dalam kuahnya, beserta sambal bila gemar pedas. Bahkan banyak orang Malang tidak menghiraukan kuahnya, hanya mengambil baksonya dan mencocolnya ke saus merah tersebut.