Balikpapan adalah kota pendatang yang ramai karena pertambangan minyak. Berbagai macam etnis tinggal di sana. Jawa, Madura, Kutai, Banjar, Cina, Bugis, Timor, dan lain-lain. Ini mempengaruhi juga tradisi makan di sana. Penduduk sana terbiasa makan makanan yang berbeda rasa dan gaya masak. Kegemaran penduduk sana adalah makan kepiting, nasi pecel, roti mantauw, dan soto lamongan.
Salah satu etnis yang banyak mendiami Balikpapan adalah etnis Banjar. Ini berarti kekayaan makanan Banjar juga banyak ditemukan di Balikpapan. Ciri khas orang Banjar biasanya suka sekali masakan ikan air tawar.
Masakan Banjar lainnya yang cukup terkenal adalah Soto Banjar. Soto Banjar adalah soto daging ayam yang biasanya dimakan dengan lontong dan perkedel singkong. Kuahnya segar, tanpa santan. Yang membedakan dengan soto Lamongan atau Makassar adalah lebih sedikitnya minyak atau lemak dalam soto tersebut. Aroma adas membuat soto ini mempunyai rasa yang unik. Bumbu ini tidak ditemui di Soto Lamongan, Soto Madura, Soto Makassar, ataupun Sauto Sokaraja. Soto Banjar mirip Soto Padang yang juga menggunakan adas, tapi memakai lemak daging sapi.
Soto Banjar Quin cukup terkenal di Balikpapan. Letaknya di Jalan Jend. Sudirman. Pengunjungnya cukup ramai, bukan hanya dari etnis Banjar semata. Soto Banjar Quin memakai ayam kampung. Sotonya dihiasi dengan potongan-potongan telur rebus yang menggoda. Perkedelnya juga khas dan menggugah selera makan.
Dalam buku Eat, Pray, Love, penulisnya melakukan petualangan makan di Italia, berdoa di India, dan mencintai di Indonesia. Saya pikir dia terbalik-balik. Di Indonesia, makanan sangatlah enak dan khas. Orang Indonesia juga sangat taat berdoa. Saking taatnya sampai kita bersedia saling melukai. Alih-alih, Indonesia adalah negara yang kekurangan cinta. Mari kita menjelajah Indonesia untuk mencari cinta yang tersembunyi di antara peradaban yang tua dan mulai kusam. Sebelumnya, mari kita makan.
Ini adalah jurnal mengenai perjalanan saya ke daerah-daerah di Indonesia. Saya tidak selalu berniat melakukan petualangan karena lebih sering saya melakukan perjalanan karena ditugaskan kantor saya. Dalam perjalanan itu, di waktu luang saya mencoba kekayaan masakan khas daerah tersebut.
Akhirnya, jurnal perjalanan ini menjadi sekedar jurnal icip-icip masakan nusantara. Saya tak begitu pandai menilai enak-atau tidaknya suatu masakan. Saya hanya bisa menggambarkannya saja. Masalah rasa enak atau tidak enak, saya tak berani mendikte lidah Anda. Lidah saya sendiri saja saya tak berani dikte.
Gastronomi adalah sebuah ilmu relasi antara makanan dan budaya. Bukan penilaian enak atau tidaknya. Saya makan bukan karena lezat (kalau begini biasanya saya menjadi gemuk dan tidak sehat). Bukan juga karena gaya hidup (yang membuat saya konsumtif hanya untuk makan apa yang orang lain makan).
Saya mencoba makanan khas daerah karena menikmati budaya. Makan adalah pengalaman. Not just eat it, experience it! Selamat makan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar